Presiden sangat ingin hadir, tapi memohon waktu untuk mempertimbangkan ..."
Jakarta (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta untuk hadir dalam aksi Kamisan bersama dengan para keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
"Kami meminta Bapak Presiden untuk hadir di tengah aksi Kamisan untuk memberikan semangat bahwa apa yang kami mohon, yang kami minta, ada dalam visi-misi program aksi Jokowi-JK benar-benar terwujud," kata Sumarsih, salah seorang anggota keluarga Aksi Kamisan, seusai bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis.
Baca juga: Peserta aksi Kamisan diterima Presiden di Istana
Sumarih adalah ibu dari Benardinus Realino Norma Irawan (Wawan), mahasiswa Universitas Atma Jaya yang tewas saat Tragedi Semanggi 1998 dan sejak awal memulai Aksi Kamisan.
Aksi Kamisan adalah aksi damai sejak 18 Januari 2007 yang dilakukan oleh para korban maupun keluarga korban pelanggaran HAM di Indonesia seperti korban peristiwa 1965, Tragedi Trisakti dan Semanggi 1998, korban tragedi Wasior-Wamena dan lainnya.
Kegiatan tersebut dilakukan di dekat Taman Aspirasi yang menghadap ke Istana Merdeka dengan membawa atribut payung hitam setiap Kamis pukul 16.00 hingga 17.00 WIB tanpa melakukan orasi dan lebih banyak diam, dan pada hari ini tepat sudah 540 kali Aksi Kamisan digelar.
"Aksi Kamisan akan terus berlanjut. Presiden sangat ingin hadir, tapi memohon waktu untuk mempertimbangkan, mungkin bisa minggu depan atau saya tidak tahu," kata Romo Sandyawan, yang ikut bertemu dengan Presiden Jokowi.
Romo Ignatius Sandyawan Sumardi adalah Sekretaris Tim Relawan Penanganan Korban Kerusuhan Peristiwa 27 Juli 1996. Ia merupakan salah seorang pemprakarsa pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta Kerusuhan Mei 1998 (TGPF).
"Bapak Presiden masih akan mempelajari berkas yang kami sampaikan ke Bapak Presiden agar kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang diselesaikan Komnas HAM, khususnya pelanggaran HAM masa lalu yang tertulis di dalam visi, misi program aksi Jokowi-JK bisa segera diwujudkan," tambah Sumarsih.
Ia mengatakan bahwa Presiden menugasi Kepala Staf Kantor Presien Moeldoko untuk meneruskan penyelesaikan kasus-kasus tersebut ke Jaksa Agung.
Baca juga: Presiden perintahkan Jaksa Agung selesaikan kasus HAM
"Bapak Presiden minta kami mengejar-ngejar Bapak Moeldoko seandainya permohonan kami agar Bapak Presiden memberikan pengakuan terjadinya pelanggaran, kasus-kasus yang sudah dijelaskan Komnas HAM, yaitu Semanggi I, Semanggi II, Trisakti, penghilangan paksa, 13-15 Mei 1998, Talangsari, Tanjung Priok, dan Tragedi 1965 menjadi kewajiban Jaksa Agung untuk menindaklanjuti ke tingkat penyidikan," jelas Sumarish.
Presiden Jokowi juga membuka kesempatan untuk bertemu dengan keluarga korban dan terus berkoordinasi dengan Jaksa Agung dan Komnas HAM.
"Jadi, tuntutan korban agar Bapak Presiden itu mengakui bahwa telah terjadi pelanggaran HAM berat masa lalu, seperti yang disampaikan Ibu Sumarsih dan juga memerintahkan Jaksa Agung untuk menindaklanjuti berbagai macam hasil TPF, TGPF, atau penyelidikan Komnas HAM dari penyelidikan ke arah penyidikan," jelas Sandyawan.
Ia pun menegaskan bahwa keluarga para korban pelanggaran HAM tidak pernah mendukung calon presiden atau calon wakil presiden tertentu.
"Siapa pun yang jadi presiden, kami berhak untuk melakukan penuntutan dan presiden wajib selesaikan kasus pelanggaran HAM berat baik masa lalu atau masa kini," demikian Sandyawan.
"Kami meminta Bapak Presiden untuk hadir di tengah aksi Kamisan untuk memberikan semangat bahwa apa yang kami mohon, yang kami minta, ada dalam visi-misi program aksi Jokowi-JK benar-benar terwujud," kata Sumarsih, salah seorang anggota keluarga Aksi Kamisan, seusai bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis.
Baca juga: Peserta aksi Kamisan diterima Presiden di Istana
Sumarih adalah ibu dari Benardinus Realino Norma Irawan (Wawan), mahasiswa Universitas Atma Jaya yang tewas saat Tragedi Semanggi 1998 dan sejak awal memulai Aksi Kamisan.
Aksi Kamisan adalah aksi damai sejak 18 Januari 2007 yang dilakukan oleh para korban maupun keluarga korban pelanggaran HAM di Indonesia seperti korban peristiwa 1965, Tragedi Trisakti dan Semanggi 1998, korban tragedi Wasior-Wamena dan lainnya.
Kegiatan tersebut dilakukan di dekat Taman Aspirasi yang menghadap ke Istana Merdeka dengan membawa atribut payung hitam setiap Kamis pukul 16.00 hingga 17.00 WIB tanpa melakukan orasi dan lebih banyak diam, dan pada hari ini tepat sudah 540 kali Aksi Kamisan digelar.
"Aksi Kamisan akan terus berlanjut. Presiden sangat ingin hadir, tapi memohon waktu untuk mempertimbangkan, mungkin bisa minggu depan atau saya tidak tahu," kata Romo Sandyawan, yang ikut bertemu dengan Presiden Jokowi.
Romo Ignatius Sandyawan Sumardi adalah Sekretaris Tim Relawan Penanganan Korban Kerusuhan Peristiwa 27 Juli 1996. Ia merupakan salah seorang pemprakarsa pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta Kerusuhan Mei 1998 (TGPF).
"Bapak Presiden masih akan mempelajari berkas yang kami sampaikan ke Bapak Presiden agar kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang diselesaikan Komnas HAM, khususnya pelanggaran HAM masa lalu yang tertulis di dalam visi, misi program aksi Jokowi-JK bisa segera diwujudkan," tambah Sumarsih.
Ia mengatakan bahwa Presiden menugasi Kepala Staf Kantor Presien Moeldoko untuk meneruskan penyelesaikan kasus-kasus tersebut ke Jaksa Agung.
Baca juga: Presiden perintahkan Jaksa Agung selesaikan kasus HAM
"Bapak Presiden minta kami mengejar-ngejar Bapak Moeldoko seandainya permohonan kami agar Bapak Presiden memberikan pengakuan terjadinya pelanggaran, kasus-kasus yang sudah dijelaskan Komnas HAM, yaitu Semanggi I, Semanggi II, Trisakti, penghilangan paksa, 13-15 Mei 1998, Talangsari, Tanjung Priok, dan Tragedi 1965 menjadi kewajiban Jaksa Agung untuk menindaklanjuti ke tingkat penyidikan," jelas Sumarish.
Presiden Jokowi juga membuka kesempatan untuk bertemu dengan keluarga korban dan terus berkoordinasi dengan Jaksa Agung dan Komnas HAM.
"Jadi, tuntutan korban agar Bapak Presiden itu mengakui bahwa telah terjadi pelanggaran HAM berat masa lalu, seperti yang disampaikan Ibu Sumarsih dan juga memerintahkan Jaksa Agung untuk menindaklanjuti berbagai macam hasil TPF, TGPF, atau penyelidikan Komnas HAM dari penyelidikan ke arah penyidikan," jelas Sandyawan.
Ia pun menegaskan bahwa keluarga para korban pelanggaran HAM tidak pernah mendukung calon presiden atau calon wakil presiden tertentu.
"Siapa pun yang jadi presiden, kami berhak untuk melakukan penuntutan dan presiden wajib selesaikan kasus pelanggaran HAM berat baik masa lalu atau masa kini," demikian Sandyawan.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2018
Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2018
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.