Karangasem, Bali (ANTARA News) - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) terus memantau volume dan kandungan gas magmatik yang keluar dari permukaan kawah Gunung Agung.

"Sampai saat ini, kami terus memantau gas-gas magmatik Gunung Agung ini, yang semakin dekat ke permukaan kawah," kata Kepala Sub Bidang Mitigasi Pemantauan Gunung api Wilayah Timur PVMBG Devy Kamil Syahbana di Pos Pantau Gunung Agung, Karangasem, Rabu.

Petugas PVMBG mengamati kandungan material dalam magma gunung berapi itu mencapai 2.000 hingga 3.000 ton per hari. Pengamatan satelit NASA menunjukkan letusan Gunung Agung menghasilkan sulfur dioksida (SO2) dalam jumlah besar.

"Saat melakukan pengukuran gas magmatik, sulfur dioksida telah keluar dari permukaan kawah dan terurai, tim langsung mengukurnya," ujarnya.

Apabila magma yang mengandung SO2 berada di tempat dangkal, ia menjelaskan, maka ada potensi erupsi susulan.

"Bahaya gas SO2 ini saat terjadinya erupsi akan berdampak pada lontaran material magmatik hingga radius delapan kilometer hingga perluasan sektoral sepuluh kilometer," ujarnya.

Namun, ia menjelaskan, yang lebih berbahaya adalah kalau karbon dioksida (CO2) yang juga keluar selama aktivitas vulkanik Gunung Agung. Ia lantas menceritakan dampak aktivitas vulkanik Gunung Nios di Kamerun, yang mengeluarkan gas CO2 dan menyebabkan kematian massal di satu desa.

"Gas magmatik CO2 dari gunung memiliki massa yang sangat berat dibandingkan dengan udara sekitarnya. CO2 ini bisa kontak dengan udara lembab," ujarnya.

Devy mengatakan sampai saat ini belum ada tanda yang menunjukkan Gunung Agung mengeluarkan CO2. "Karena angin bertiup lumayan kencang sehingga udara tidak lembab," ujarnya.

Pewarta: 
Editor: Maryati
COPYRIGHT © ANTARA 2017