Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memastikan program komprehensif untuk mengatasi ketimpangan yang diluncurkan oleh Presiden, akan bermanfaat guna mencegah terjadinya konflik sosial.
"Kebijakan ini bersifat affirmative action untuk mencegah terjadinya reaksi negatif terhadap pasar, terhadap sistem demokrasi, sekaligus mencegah terjadinya friksi akibat konflik sosial di masyarakat," kata Darmin dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Darmin mengungkapkan hal tersebut terkait peluncuran program komprehensif Kebijakan Ekonomi Berkeadilan yang merupakan implementasi nyata dari sila ketiga dan kelima Pancasila oleh Presiden Joko Widodo di Istana Bogor.
Ia juga menegaskan kebijakan ini tidak berbasis ras maupun etnis tertentu namun untuk meningkatkan permodalan masyarakat golongan ekonomi lemah agar mendapat kesempatan meningkatkan kapasitas serta memperbaiki kualitas hidup.
Kebijakan Ekonomi Berkeadilan ini mencakup tiga area pokok yaitu kebijakan berbasis lahan, kebijakan berbasis kesempatan serta kebijakan berbasis peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM).
Darmin mengatakan kebijakan berbasis lahan meliputi reforma agraria, pertanian, perkebunan, masyarakat miskin kota, nelayan dan budidaya rumput laut.
Selain itu, ia menambahkan, kebijakan berbasis kesempatan meliputi sistem pajak berkeadilan, manufaktur dan ICT, ritel dan pasar, pembiayaan dan anggaran pemerintah.
Sedangkan, kata Darmin, kebijakan berbasis peningkatan kualitas SDM meliputi pendidikan vokasi, kewirausahaan dan pasar tenaga kerja.
"Kita harus menyadari bahwa senjata yang paling ampuh dalam menghadapi ketimpangan sosial adalah peningkatan sumber daya manusia melalui pendidikan," ujarnya.
Kebijakan berbasis lahan ini dicetuskan karena saat ini terjadi penguasaan lahan secara berlebihan oleh pihak-pihak tertentu yang kemudian menyebabkan terjadinya ketimpangan.
Program ini diharapkan bisa memberikan manfaat kepada pihak yang paling termarjinalisasi, yaitu petani tanpa lahan, penduduk miskin perkotaan dan perdesaan serta nelayan.
Oleh karena itu, pemerintah akan melakukan pendataan kepada kepemilikan lahan, bank tanah, izin yang dimiliki maupun kebun yang ditanami agar program ini bisa memberikan penghidupan layak bagi masyarakat yang membutuhkan.
Kebijakan ini juga dibutuhkan karena penyerapan tenaga kerja untuk tujuh komoditas perkebunan utama relatif stagnan, padahal tujuh komoditas ini menguasai 52 persen lahan perkebunan dan menghidupi 15,5 juta jiwa, dengan nilai tambah kurang dari 30 persen.
Untuk kebijakan berbasis kesempatan, kunci utamanya adalah sistem perpajakan yang baik terutama melalui pengenaan pajak progresif tanah terhadap pihak yang memiliki aset, modal kuat dan profit besar.
Pajak ini dibutuhkan sebagai sumber pembiayaan untuk membantu pihak yang lebih lemah, karena selama ini ada kecenderungan pajak transaksi yang dibayar pembeli maupun penjual tanah cenderung lebih rendah dari pajak yang seharusnya dibayar.
Oleh karena itu, pemerintah akan mengubah sistem transaksi yang mengacu pada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) menjadi "capital gain tax", serta mengenakan disinsentif melalui "unutilized asset tax" untuk mencegah spekulasi tanah maupun pembangunan properti yang tidak dimanfaatkan.
Sedangkan untuk meningkatkan partisipasi pelaku usaha kecil dalam rantai nilai pengadaan pemerintah, maka basis pengadaan yang dilakukan Kementerian Lembaga akan diubah menjadi penciptaan pasar dan masyarakat diberdayakan dalam memilih bantuan.
Pemerintah juga akan mencegah tergerusnya peranan warung, toko maupun pasar tradisional dari ancaman pasar modern yang bermodal kuat dengan meningkatkan kemampuan masyarakat melalui skema koperasi yang memiliki kemampuan manajemen dan daya saing tangguh.
Terkait kebijakan peningkatan kualitas sumber daya manusia, hal ini dibutuhkan karena banyak lowongan kerja tidak terisi karena tidak cocoknya keahlian para lulusan tersebut, apalagi banyak jenis pekerjaan di masa mendatang tidak relevan karena perkembangan zaman.
Untuk itu, sistem pendidikan keahlian maupun keterampilan para calon tenaga kerja perlu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman dan kemajuan teknologi. Selain itu, masyarakat perlu mengubah pola pikir dari sekedar mengejar gelar akademis, dengan mulai menghargai keahlian profesi.
"Kebijakan ini bersifat affirmative action untuk mencegah terjadinya reaksi negatif terhadap pasar, terhadap sistem demokrasi, sekaligus mencegah terjadinya friksi akibat konflik sosial di masyarakat," kata Darmin dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Darmin mengungkapkan hal tersebut terkait peluncuran program komprehensif Kebijakan Ekonomi Berkeadilan yang merupakan implementasi nyata dari sila ketiga dan kelima Pancasila oleh Presiden Joko Widodo di Istana Bogor.
Ia juga menegaskan kebijakan ini tidak berbasis ras maupun etnis tertentu namun untuk meningkatkan permodalan masyarakat golongan ekonomi lemah agar mendapat kesempatan meningkatkan kapasitas serta memperbaiki kualitas hidup.
Kebijakan Ekonomi Berkeadilan ini mencakup tiga area pokok yaitu kebijakan berbasis lahan, kebijakan berbasis kesempatan serta kebijakan berbasis peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM).
Darmin mengatakan kebijakan berbasis lahan meliputi reforma agraria, pertanian, perkebunan, masyarakat miskin kota, nelayan dan budidaya rumput laut.
Selain itu, ia menambahkan, kebijakan berbasis kesempatan meliputi sistem pajak berkeadilan, manufaktur dan ICT, ritel dan pasar, pembiayaan dan anggaran pemerintah.
Sedangkan, kata Darmin, kebijakan berbasis peningkatan kualitas SDM meliputi pendidikan vokasi, kewirausahaan dan pasar tenaga kerja.
"Kita harus menyadari bahwa senjata yang paling ampuh dalam menghadapi ketimpangan sosial adalah peningkatan sumber daya manusia melalui pendidikan," ujarnya.
Kebijakan berbasis lahan ini dicetuskan karena saat ini terjadi penguasaan lahan secara berlebihan oleh pihak-pihak tertentu yang kemudian menyebabkan terjadinya ketimpangan.
Program ini diharapkan bisa memberikan manfaat kepada pihak yang paling termarjinalisasi, yaitu petani tanpa lahan, penduduk miskin perkotaan dan perdesaan serta nelayan.
Oleh karena itu, pemerintah akan melakukan pendataan kepada kepemilikan lahan, bank tanah, izin yang dimiliki maupun kebun yang ditanami agar program ini bisa memberikan penghidupan layak bagi masyarakat yang membutuhkan.
Kebijakan ini juga dibutuhkan karena penyerapan tenaga kerja untuk tujuh komoditas perkebunan utama relatif stagnan, padahal tujuh komoditas ini menguasai 52 persen lahan perkebunan dan menghidupi 15,5 juta jiwa, dengan nilai tambah kurang dari 30 persen.
Untuk kebijakan berbasis kesempatan, kunci utamanya adalah sistem perpajakan yang baik terutama melalui pengenaan pajak progresif tanah terhadap pihak yang memiliki aset, modal kuat dan profit besar.
Pajak ini dibutuhkan sebagai sumber pembiayaan untuk membantu pihak yang lebih lemah, karena selama ini ada kecenderungan pajak transaksi yang dibayar pembeli maupun penjual tanah cenderung lebih rendah dari pajak yang seharusnya dibayar.
Oleh karena itu, pemerintah akan mengubah sistem transaksi yang mengacu pada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) menjadi "capital gain tax", serta mengenakan disinsentif melalui "unutilized asset tax" untuk mencegah spekulasi tanah maupun pembangunan properti yang tidak dimanfaatkan.
Sedangkan untuk meningkatkan partisipasi pelaku usaha kecil dalam rantai nilai pengadaan pemerintah, maka basis pengadaan yang dilakukan Kementerian Lembaga akan diubah menjadi penciptaan pasar dan masyarakat diberdayakan dalam memilih bantuan.
Pemerintah juga akan mencegah tergerusnya peranan warung, toko maupun pasar tradisional dari ancaman pasar modern yang bermodal kuat dengan meningkatkan kemampuan masyarakat melalui skema koperasi yang memiliki kemampuan manajemen dan daya saing tangguh.
Terkait kebijakan peningkatan kualitas sumber daya manusia, hal ini dibutuhkan karena banyak lowongan kerja tidak terisi karena tidak cocoknya keahlian para lulusan tersebut, apalagi banyak jenis pekerjaan di masa mendatang tidak relevan karena perkembangan zaman.
Untuk itu, sistem pendidikan keahlian maupun keterampilan para calon tenaga kerja perlu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman dan kemajuan teknologi. Selain itu, masyarakat perlu mengubah pola pikir dari sekedar mengejar gelar akademis, dengan mulai menghargai keahlian profesi.
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2017
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.