Serang (ANTARA News) - Sebanyak 1.658 warga Baduy luar dan Baduy melaksanakan tradisi "Seba Baduy" yaitu bertemu dengan Bapak Gede atau Penjabat Gubernur Banten Nata Irawan di Museum Banten Serang, Sabtu malam.
Secara simbolis ritual adat tahunan masyarakat adat yang berasal dari Selatan Kabupaten Lebak tersebut ditandai dengan ungkapan seba atau salam dalam bentuk sejumlah pernyataan atau permohonan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten.
Dalam ungkapan atau ikrar Seba tersebut, mereka meminta pemerintah agar bisa menjaga alam, dan kelestarian hutan serta menegakan hukum demi ketentraman dan keselamatan masyarakat.
Kata-kata permohonan dalam ritual tersebut disampaikan oleh tokoh adat baduy yang mewakili 12 tokoh adat masyarakat Baduy atau Putra Jaro Tangtu 12, yakni ayah Saidi dengan menggunakan bahasa Sunda.
Setelah menyampaikan permohonan tersebut, secara simbolis mereka juga menyerahkan sejumlah barang bawaan berupa hasil bumi atau hasil pertanian seperti, beras, pisang, gula merah, dan lainnya. Hasil bumi ini secara simbolis diserahkan kepada Penjabat Gubernur Banten Nata Irawan.
Penjabat Gubernur Banten Nata Irawan mengatakan, seba baduy senantiasa harus terus dilestarikan dan diselenggarakan setiap tahunnya, mengingat tradisi ini mengandung makna pengakuan dan silaturahmi dari masyarakat adat Baduy terhadap pemerintahnya.
"Malam ini saya sangat terharu dan bangga karena berada ditengah-tengah masyarakat yang kukuh pada tradisi budaya leluhurnya, yakni masyarakat mandala Kanekes Baduy yang sedang melaksanakan tradisi budaya leluhurnya," kata Nata.
Menurut Nata, tradisi ini bukan saja menarik dari sisi budaya dan pariwisata, namun ada amanat terkait pelestarian lingkungan alam yang patut dicerna bersama, dimana pelestarian lingkungan alam adalah hal yang patut menjadi perhatian semua pihak.
"Tentu kami akan bersama-sama dengan pemerintah kabupaten/kota menjaga Banten, terutama kelestarian alam yang ada di Banten agar tetap lestari," kata Nata didampingi forum kordinasi pimpinan daerah (FKPD) Provinsi Banten dan para pejabat lainnya.
Seba Baduy merupakan upacara adat tradisi sakral asli dari warga Baduy yang tinggal di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Seba ini merupakan peristiwa budaya, bahkan sudah dilaksanakan secara turun temurun sejak jaman kesultanan Banten
"Banyak hal yang patut kita tiru dari kearifan lokal saudara kita dari Kanekes ini, seperti falsafah hidup lojor teu meunang diteukteuk, pondok teu meunang disambung yang berarti makna hidup apa adanya, tidak menambah atau mengurangi," Nata.
Ritual Seba Baduy, lanjut Nata diadakan setahun sekali sesuai peninggalan leluhur Baduy, ritual seba sendiri berarti mendatangi atau berkunjung kepada pemimpin mereka atau ibu gede yang tidak lain Bupati Lebak dan bapak gede yaitu Gubernur Banten.
"Mari kita jadikan seba baduy ini menjadi momentum perenungan kiprah kita dalam pembangunan, serta ketertakitannya dengan budaya peninggalan pendahulu kita," kata Nata.
Kepala Dinas Pariwista Provinsi Banten Eneng Nurcahyati mengatakan, kegiatan ritual tahunan seba Baduy ini dimaksudkan sebagai bentuk ketaatan dan aturan serta rasa syukur atas hasil panen dan menjalin silaturahmi kepada Pemprov Banten.
"Rangkaian Seba warga suku Baduy sudah dilaksanakan sejak Kamis (24/4). Masyarakat Baduy ini terlebih dahulu melakukan seba di Pendopo Kabupaten Lebak. Usai bersilaturahmi dengan Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya, rombongan warga Baduy bergerak menuju Pendopo Gubernur dengan berjalan kaki," katanya.
Saat tiba di Kota Serang, kata Eneng, warga Baduy berjalan dari Stadion Maulana Yusuf melewati jalan protokol kota Serang menuju Museum Banten untuk melakukan upacara seba pada malam harinya.
Pada kesempatan ini turut juga hadir Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya, Bupati Pandeglang Irna Narulita, perwakilan dari Duta Besar Panama, perwakilan dari Kementrian Pariwisata, FKPD serta ribuan masyarakat Banten yang memadati eks pendopo lama gubernur Banten.
(U.M045/M019/)
Secara simbolis ritual adat tahunan masyarakat adat yang berasal dari Selatan Kabupaten Lebak tersebut ditandai dengan ungkapan seba atau salam dalam bentuk sejumlah pernyataan atau permohonan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten.
Dalam ungkapan atau ikrar Seba tersebut, mereka meminta pemerintah agar bisa menjaga alam, dan kelestarian hutan serta menegakan hukum demi ketentraman dan keselamatan masyarakat.
Kata-kata permohonan dalam ritual tersebut disampaikan oleh tokoh adat baduy yang mewakili 12 tokoh adat masyarakat Baduy atau Putra Jaro Tangtu 12, yakni ayah Saidi dengan menggunakan bahasa Sunda.
Setelah menyampaikan permohonan tersebut, secara simbolis mereka juga menyerahkan sejumlah barang bawaan berupa hasil bumi atau hasil pertanian seperti, beras, pisang, gula merah, dan lainnya. Hasil bumi ini secara simbolis diserahkan kepada Penjabat Gubernur Banten Nata Irawan.
Penjabat Gubernur Banten Nata Irawan mengatakan, seba baduy senantiasa harus terus dilestarikan dan diselenggarakan setiap tahunnya, mengingat tradisi ini mengandung makna pengakuan dan silaturahmi dari masyarakat adat Baduy terhadap pemerintahnya.
"Malam ini saya sangat terharu dan bangga karena berada ditengah-tengah masyarakat yang kukuh pada tradisi budaya leluhurnya, yakni masyarakat mandala Kanekes Baduy yang sedang melaksanakan tradisi budaya leluhurnya," kata Nata.
Menurut Nata, tradisi ini bukan saja menarik dari sisi budaya dan pariwisata, namun ada amanat terkait pelestarian lingkungan alam yang patut dicerna bersama, dimana pelestarian lingkungan alam adalah hal yang patut menjadi perhatian semua pihak.
"Tentu kami akan bersama-sama dengan pemerintah kabupaten/kota menjaga Banten, terutama kelestarian alam yang ada di Banten agar tetap lestari," kata Nata didampingi forum kordinasi pimpinan daerah (FKPD) Provinsi Banten dan para pejabat lainnya.
Seba Baduy merupakan upacara adat tradisi sakral asli dari warga Baduy yang tinggal di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Seba ini merupakan peristiwa budaya, bahkan sudah dilaksanakan secara turun temurun sejak jaman kesultanan Banten
"Banyak hal yang patut kita tiru dari kearifan lokal saudara kita dari Kanekes ini, seperti falsafah hidup lojor teu meunang diteukteuk, pondok teu meunang disambung yang berarti makna hidup apa adanya, tidak menambah atau mengurangi," Nata.
Ritual Seba Baduy, lanjut Nata diadakan setahun sekali sesuai peninggalan leluhur Baduy, ritual seba sendiri berarti mendatangi atau berkunjung kepada pemimpin mereka atau ibu gede yang tidak lain Bupati Lebak dan bapak gede yaitu Gubernur Banten.
"Mari kita jadikan seba baduy ini menjadi momentum perenungan kiprah kita dalam pembangunan, serta ketertakitannya dengan budaya peninggalan pendahulu kita," kata Nata.
Kepala Dinas Pariwista Provinsi Banten Eneng Nurcahyati mengatakan, kegiatan ritual tahunan seba Baduy ini dimaksudkan sebagai bentuk ketaatan dan aturan serta rasa syukur atas hasil panen dan menjalin silaturahmi kepada Pemprov Banten.
"Rangkaian Seba warga suku Baduy sudah dilaksanakan sejak Kamis (24/4). Masyarakat Baduy ini terlebih dahulu melakukan seba di Pendopo Kabupaten Lebak. Usai bersilaturahmi dengan Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya, rombongan warga Baduy bergerak menuju Pendopo Gubernur dengan berjalan kaki," katanya.
Saat tiba di Kota Serang, kata Eneng, warga Baduy berjalan dari Stadion Maulana Yusuf melewati jalan protokol kota Serang menuju Museum Banten untuk melakukan upacara seba pada malam harinya.
Pada kesempatan ini turut juga hadir Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya, Bupati Pandeglang Irna Narulita, perwakilan dari Duta Besar Panama, perwakilan dari Kementrian Pariwisata, FKPD serta ribuan masyarakat Banten yang memadati eks pendopo lama gubernur Banten.
(U.M045/M019/)
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2017
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.