Penasihat Perubahan Iklim Greenpeace Nordik Jens Mattias Clausen dalam keterangan tertulisnya diterima di Jakarta, Kamis, menyoroti mendesaknya aksi yang harus dilakukan berdasarkan temuan dan Laporan Kesenjangan Emisi Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) terbaru, serta laporan Penilaian Iklim Nasional Amerika Serikat yang menambah peringatan dari laporan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) untuk menyerukan aksi yang lebih cepat dan luas jangkauannya.
Ia mengatakan mengurangi separuh emisi pada 2030 dapat dilakukan, namun para politisi harus mau mendengarkan suara warganya sendiri mengingat tuntutan untuk aksi nyata iklim semakin bertambah kuat. Aktor-aktor nonpemerintah ini mungkin memang tidak membuat keputusan pada tingkat nasional, tetapi terus berusaha seefektif mungkin mengarahkan diskusi mencapai hasil yang sukses.
“Kita harus pahami bahwa yang jadi harapan kita di sini bukanlah sekedar target (menekan peningkatan suhu Bumi) yang baru, tetapi komitmen untuk membuat target baru tersebut terlaksana,” ujar dia.
Sebelumnya, dalam dua bulan terakhir IPCC telah mengeluarkan laporan terbaru terkait kondisi perubahan iklim global dan menekankan perlunya aksi untuk memastikan suhu Bumi tidak naik lebih dari 1,5 derajat celsius.
Prioritas yang diidentifikasi di COP 24, pertama, mengadopsi buku aturan Paris yang adil dan kuat yang membuka rasionalisasi Kesepakatan Paris. Kedua, komitmen untuk meningkatkan dokumen kontribusi nasional yang ditetapkan (NDC) untuk menurunkan emisi pada 2020 yang dapat menjembatani jarak emisi; dan ketiga, sumber pendanaan ikim yang pasti, cukup dan transparan untuk menghasilkan 100 miliar dolar AS pada 2020.
Penasihat senior kebijakan Third Generation Enviromentalism Ltd. (E3G) Camilla Born mengatakan Paris Rulebook akan menyedot perhatian para negosiator di Katowice. COP akan fokus pada komponen internasional seperti rulebook, pendanaan iklim global, batas waktu yang definitif untuk membantu negara-negara dengan kemampuan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim yang berkurang.
Pertemuan ini, menurut dia, dapat berubah menjadi COP biasa-biasa saja dengan potensi hasilnya tinggi. “Ini konferensi yang rumit dengan harapan terlalu tinggi kepada pemerintah-pemerintah untuk melakukan aksi iklim yang lebih”.
Sementara itu, Manager Kebijakan Iklim dan Energi WWF International Fernanda Carvalho menyerukan terlaksanakan konferensi dengan hasil yang lebih ambisius, yang mendorong para pemimpin negara-negara di dunia untuk mau terlibat dalam diskusi terkait NDC menjelang 2020.
Dia juga mengatakan bahwa Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNSG) 2019 nanti sebagai kesempatan lain bagi negara-negara untuk meningkatkan komitmen mereka dalam mengurangi emisi. 
“Saat ini kita berada di jalur untuk pemanasan global 3 derajat atau lebih, dan kita harus tetap di bawah 1,5 derajat celsius untuk menghindari pemanasan global yang berbahaya bagi dunia, untuk manusia dan untuk alam,” katanya.
Ia mengatakan pihaknya menunggu tanggapan politik atas semua bukti yang telah disajikan dan semua momentum yang telah dibuat. “Ada momentum, ada minat banyak aktor, ada bukti dari kurangnya komitmen dan kehendak politik”.
“Selain paket aturan, kami ingin melihat komitmen politik ini benar ada. Kami percaya ini adalah saat di mana komitmen (pemerintah berbagai negara) ini harus diperbarui. Bentuk untuk memperbarui komitmen tersebut adalah keputusan pada ambisi itu sendiri,” katanya.


Baca juga: Pidie bawa kebijakan lingkungan ke KTT Iklim

Baca juga: Indonesia bawa praktik mitigasi-adaptasi terbaik ke KTT Iklim


 
Pewarta: 
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
COPYRIGHT © ANTARA 2018