London (ANTARA News) - Organisasi internasional PPB bidang pendidikan, sains, dan kebudayaan (UNESCO) memuji peran dan dukungan pemerintah Indonesia dalam memaksimalkan peran sekolah untuk mengurangi dampak perubahan iklim (climate change), khususnya program Adiwiyata.
Hal itu terungkap dalam pertemuan "Training of Trainers on the Whole-Institution Approach to Climate Change" di kantor UNESCO Dakar, Senegal, demikian Kepala Fungsi Pensosbud KBRI Dakar - Senegal, Dimas Prihadi kepada Antara London, Senin.
Pertemuan bertujuan untuk mencari cara bagaimana meningkatkan peran dan kontribusi sekolah dalam mengurangi dampak perubahan iklim. Dalam kaitan ini, Indonesia termasuk negara unggulan bersama dengan Prancis dan Denmark.
Delegasi RI dalam pertemuan terdiri dari Koordinator Nasional ASPnet - UNESCO (Associated Schools Project Network), Kepala Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Bukit Asam, Guru Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 27 Jakarta, dan Kepala Sekolah Islam (Amalina Islamic School).
Dalam pertemuan peserta melakukan diskusi mengenai bagaimana menjamin partisipasi inklusif dari sekolah serta mewujudkan rencana aksi dan pendekatan institusional dalam mengurangi dampak perubahan iklim.
Delegasi RI memperkenalkan program "Adiwiyata" yang dikembangkan Kementerian Lingkungan Hidup RI sejak tahun 2006.
Adiwiyata adalah program yang bertujuan menciptakan kondisi yang baik bagi sekolah untuk menjadi tempat pembelajaran dan penyadaran warga sekolah (guru, murid dan pekerja lainnya), sehingga di kemudian hari warga sekolah tersebut dapat bertanggung jawab dalam upaya penyelamatan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.
Dijelaskan oleh Delri pada awalnya program Adiwiyata dilaksanakan di 10 sekolah di Pulau Jawa sebagai sekolah model dengan melibatkan perguruan tinggi dan LSM yang bergerak di bidang Pendidikan Lingkungan Hidup.
Delri menyampaikan Indonesia sudah memiliki kurikulum berbasis lingkungan sesuai amanat Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 05 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Adiwiyata.
Implementasi program Adiwiyata di sekolah Adiwiyata juga sudah memenuhi standar yang ditetapkan oleh standar pendidikan nasional.
Selain itu, Delegasi RI menyampaikan untuk menjadi sekolah Adiwiyata, sekolah-sekolah di Indonesia harus mengajukan permohonan kepada Kementerian terkait untuk dilakukan verifikasi oleh Tim Penilai.
Untuk menjadi sekolah Adiwiyata, sekolah di Indonesia harus memiliki empat komponen, yaitu Kebijakan Berwawasan Lingkungan, Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Lingkungan, Kegiatan Lingkungan Berbasis Partisipatif dan Pengelolaan Sarana Pendukung Ramah Lingkungan.
Seluruh peserta pertemuan terkesan dengan kurikulum berbasis lingkungan yang dikembangkan Pemerintah Indonesia. Ketika sekolah-sekolah lain di Amerika dan Eropa baru mencoba menyusun kurikulum seperti ini, Pemerintah Indonesia sudah memiliki sekolah Adiwiyata yang jumlahnya saat ini mencapai ribuan.
Pada pertemuan Delegasi dengan Dubes RI di Wisma Duta, Dubes Mansyur Pangeran menyatakan rasa bangga dengan sistem pendidikan di Indonesia yang sudah maju dan mengglobal bahkan dapat menjadi panutan bagi negara-negara lainnya khususnya dalam bidang pendidikan lingkungan hidup yang diajarkan di sekolah sejak usia dini.
Pertemuan dihadiri peserta dari 12 negara, yaitu dari Asia seperti Indonesia, Jepang, Oman, Libanon dan Afrika dari Senegal, Namibia, wilayah Amerika dari Brazil, Republik Dominika dan Eropa seperti Perancis, Denmark, Jerman, Yunani, serta staf UNESCO dari Paris dan Dakar.
Hal itu terungkap dalam pertemuan "Training of Trainers on the Whole-Institution Approach to Climate Change" di kantor UNESCO Dakar, Senegal, demikian Kepala Fungsi Pensosbud KBRI Dakar - Senegal, Dimas Prihadi kepada Antara London, Senin.
Pertemuan bertujuan untuk mencari cara bagaimana meningkatkan peran dan kontribusi sekolah dalam mengurangi dampak perubahan iklim. Dalam kaitan ini, Indonesia termasuk negara unggulan bersama dengan Prancis dan Denmark.
Delegasi RI dalam pertemuan terdiri dari Koordinator Nasional ASPnet - UNESCO (Associated Schools Project Network), Kepala Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Bukit Asam, Guru Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 27 Jakarta, dan Kepala Sekolah Islam (Amalina Islamic School).
Dalam pertemuan peserta melakukan diskusi mengenai bagaimana menjamin partisipasi inklusif dari sekolah serta mewujudkan rencana aksi dan pendekatan institusional dalam mengurangi dampak perubahan iklim.
Delegasi RI memperkenalkan program "Adiwiyata" yang dikembangkan Kementerian Lingkungan Hidup RI sejak tahun 2006.
Adiwiyata adalah program yang bertujuan menciptakan kondisi yang baik bagi sekolah untuk menjadi tempat pembelajaran dan penyadaran warga sekolah (guru, murid dan pekerja lainnya), sehingga di kemudian hari warga sekolah tersebut dapat bertanggung jawab dalam upaya penyelamatan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.
Dijelaskan oleh Delri pada awalnya program Adiwiyata dilaksanakan di 10 sekolah di Pulau Jawa sebagai sekolah model dengan melibatkan perguruan tinggi dan LSM yang bergerak di bidang Pendidikan Lingkungan Hidup.
Delri menyampaikan Indonesia sudah memiliki kurikulum berbasis lingkungan sesuai amanat Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 05 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Adiwiyata.
Implementasi program Adiwiyata di sekolah Adiwiyata juga sudah memenuhi standar yang ditetapkan oleh standar pendidikan nasional.
Selain itu, Delegasi RI menyampaikan untuk menjadi sekolah Adiwiyata, sekolah-sekolah di Indonesia harus mengajukan permohonan kepada Kementerian terkait untuk dilakukan verifikasi oleh Tim Penilai.
Untuk menjadi sekolah Adiwiyata, sekolah di Indonesia harus memiliki empat komponen, yaitu Kebijakan Berwawasan Lingkungan, Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Lingkungan, Kegiatan Lingkungan Berbasis Partisipatif dan Pengelolaan Sarana Pendukung Ramah Lingkungan.
Seluruh peserta pertemuan terkesan dengan kurikulum berbasis lingkungan yang dikembangkan Pemerintah Indonesia. Ketika sekolah-sekolah lain di Amerika dan Eropa baru mencoba menyusun kurikulum seperti ini, Pemerintah Indonesia sudah memiliki sekolah Adiwiyata yang jumlahnya saat ini mencapai ribuan.
Pada pertemuan Delegasi dengan Dubes RI di Wisma Duta, Dubes Mansyur Pangeran menyatakan rasa bangga dengan sistem pendidikan di Indonesia yang sudah maju dan mengglobal bahkan dapat menjadi panutan bagi negara-negara lainnya khususnya dalam bidang pendidikan lingkungan hidup yang diajarkan di sekolah sejak usia dini.
Pertemuan dihadiri peserta dari 12 negara, yaitu dari Asia seperti Indonesia, Jepang, Oman, Libanon dan Afrika dari Senegal, Namibia, wilayah Amerika dari Brazil, Republik Dominika dan Eropa seperti Perancis, Denmark, Jerman, Yunani, serta staf UNESCO dari Paris dan Dakar.
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2016
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.