Semarang (ANTARA News) - Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan mengintensifkan pemantauan letusan Gunung Anak Krakatau terkait naiknya status menjadi siaga berdasarkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. 
 
Untuk itu, Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Polana B Pramesti, dalam keterangan tertulis, di Semarang, Kamis, meminta jajarannya untuk secara intensif memantau operasional penerbangan yang bisa terdampak letusan Gunung Anak Krakatau. 

Padahal aktivitas penerbangan sedang tinggi selama masa angkutan udara Natal 2018 dan Tahun Baru 2019. 

“Bertepatan dengan liburan Natal dan menyambut Tahun Baru 2019 serta libur anak sekolah, moda transportasi udara banyak diminati oleh masyarakat untuk pergi mengisi liburan. Untuk itu saya telah meminta otoritas bandara, unit penyelenggara bandar udara dan semua pemangku kepentingan penerbangan untuk terus melakukan koordinasi dan siap siaga jika terjadi hal-hal yang mengganggu aktivitas penerbangan,” ujar dia.

Ia mengatakan, sampai saat ini belum mendapatkan Notam khusus penutupan bandara dari AirNav Indonesia selaku penyelenggara lalu lintas udara. Hanya saja Airnav sudah mengeluarkan NOTAM A5440/18 perihal Penutupan dan Reroute terdampak letusan Gunung Anak Krakatau.
“Sejauh ini abu vulkanik dari Gunung Anak Krakatau tidak memberikan dampak kepada penutupan bandara, untuk bandara terdekat seperti Bandara Internasional Soekarno-Hatta dan Bandara Radin Inten II Lampung, bandara masih beroperasi normal. Dari Airnav sudah mengeluarkan Notam terkait pengalihan rute penerbangan yang tidak bisa dilewati pesawat,” katanya. 

Sejalan dengan hal tersebut, Kepala Bandara Radin Inten II Lampung, Asep Kosasih, melaporkan bahwa sejak letusan Gunung Anak Krakatau terjadi, fasilitas bandara baik sisi darat ataupun udara tidak terdampak dan tetap beroperasi normal.

“Namun, kami akan terus memantau perkembangan dan berkoordinasi secara intens dengan BMKG, Airnav dan Direktorat Navigasi Penerbangan,” ujar Asep.
Dalam hal koordinasi dan komunikasi penanganan abu vulkanik, Dirjen Hubud melalui Direktorat Navigasi Penerbangan telah membangun sistem informasi sehingga para pemangku kepentingan yakni I-WISH (Integrated Webbased aeronautical Information System Handling).

Dalam sistem ini pemangku kepentingan terkait menyampaikan informasi yang dikuasai terkait tugas dan fungsi serta kewenangannya dalam hal penanganan abu vulkanik atau yang lebih dikenal dengan CDM (Collaborative Decision Making).

“Saya minta untuk memonitor selalu informasi yang disampaikan baik dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), BMKG maupun dari source lainnya dan Airnav agar mendistribusikan informasi tersebut melalui NOTAM kepada airlines dan bandara," kata Pramesti.
Berdasarkan informasi BMKG per 26 Desember 2018 pukul 19.00 WIB sebaran debu vulkanik mengarah ke Barat Daya-Barat dengan ketinggian mencapai lebih dari 10 kilometer. 

Baca juga: Kemenhub siapkan jalur laut-udara distribusi bantuan korban tsunami Selat Sunda
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Ade P Marboen
COPYRIGHT © ANTARA 2018