Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia dan Iran antara lain membahas penurunan tarif ekspor pada putaran keempat perundingan Preferential Trade Agreement (PTA).
Direktur Perundingan Bilateral Kementerian Perdagangan Ni Made Ayu Marthini mengatakan pembahasan dalam perundingan yang berlangsung 28-30 September tersebut salah satunya mengenai penurunan tarif ekspor Indonesia ke Iran, yang dinilai cukup tinggi.
Direktur Perundingan Bilateral Kementerian Perdagangan Ni Made Ayu Marthini mengatakan pembahasan dalam perundingan yang berlangsung 28-30 September tersebut salah satunya mengenai penurunan tarif ekspor Indonesia ke Iran, yang dinilai cukup tinggi.
"Perundingan tersebut merupakan langkah konkret Indonesia yang hasilnya dapat dirasakan oleh para pelaku usaha," kata Made dalam siaran pers kementerian, Sabtu.
Made mengatakan biaya ekspor ke Iran besar karena tarif yang diterapkan oleh negara tersebut tinggi dan transaksi pembayarannya harus melalui pihak ketiga. Penurunan tarif ekspor akan mengurangi biaya ekspor ke negara itu.
Made memimpin delegasi Indonesia dalam perundingan di Iran itu, sementara Delegasi Iran dipimpin oleh Mirhadi Seyedi, Deputi Pengembangan Pasar Ekspor dari Organisasi Promosi Perdagangan pada Kementerian Industri, Pertambangan dan Perdagangan Iran.
Kalau pada perundingan sebelumnya, kedua negara lebih fokus untuk menyamakan persepsi dan membahas draf teks PTA dengan hasil menyepakati beberapa pasal, kali ini pembahasan sudah masuk pada isu substansial.
"Yaitu pembahasan modalitas dan produk yang akan dimintakan penurunan tarifnya. Pembahasan juga tidak terlepas dari draf teks Rules of Origin," ujar Made.
Made mengatakan kedua negara sepakat untuk menyelesaikan perundingan secepat mungkin agar bisa segera menerapkannya. Perundingan itu diharapkan bisa mencapai kesepakatan pada 2018.
Saat ini, struktur tarif Iran mulai dari 5-55 persen, dan lebih dari sepertiga tarif yang dikenakan lebih besar dari 15 persen.
Pada putaran kelima perundingan, ketua juru runding dari dua negara akan lebih fleksibel dan pragmatis dalam bernegosiasi dengan semangat menyelesaikan perundingan, sehingga dapat menghasilkan dokumen yang berkualitas dan menguntungkan kedua negara.
"Iran merupakan mitra penting dan potensial bagi Indonesia dalam memperluas akses pasar di kawasan Timur Tengah," tambah Made.
Beberapa negara-negara mitra Indonesia saat ini juga sedang atau akan melakukan merundingkan kesepakatan perdagangan dengan Iran. Selain memiliki Free Trade Agreement (FTA) dengan Malaysia, PTA/FTA dengan Vietnam, FTA dengan Pakistan, Iran juga akan membuat Free Trade Zonedengan Eurasian Economic Union (EAEU).
Neraca perdagangan Indonesia-Iran selama periode 2013-2016 selalu surplus bagi Indonesia. Data tahun 2016 menunjukkan nilai ekspor Indonesia ke Iran mencapai 235,19 juta dolar AS dan impor Indonesia dari Iran 103,4 juta dolar AS.
Nilai total perdagangan Indonesia-Iran periode Januari-Juli 2017 naik 201,82 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2016.
Ekspor Indonesia ke Iran pada periode tersebut tercatat sebesar 175 juta dolar AS, sementara impor Indonesia mencapai 208,2 juta dolar AS.
Komoditas ekspor utama Indonesia ke Iran adalah kertas dan produk kertas, serta minyak kelapa sawit. Sedangkan komoditas impor Indonesia dari Iran adalah minyak bumi, gipsum, produk dari besi atau baja, dan sulfur.
Made mengatakan biaya ekspor ke Iran besar karena tarif yang diterapkan oleh negara tersebut tinggi dan transaksi pembayarannya harus melalui pihak ketiga. Penurunan tarif ekspor akan mengurangi biaya ekspor ke negara itu.
Made memimpin delegasi Indonesia dalam perundingan di Iran itu, sementara Delegasi Iran dipimpin oleh Mirhadi Seyedi, Deputi Pengembangan Pasar Ekspor dari Organisasi Promosi Perdagangan pada Kementerian Industri, Pertambangan dan Perdagangan Iran.
Kalau pada perundingan sebelumnya, kedua negara lebih fokus untuk menyamakan persepsi dan membahas draf teks PTA dengan hasil menyepakati beberapa pasal, kali ini pembahasan sudah masuk pada isu substansial.
"Yaitu pembahasan modalitas dan produk yang akan dimintakan penurunan tarifnya. Pembahasan juga tidak terlepas dari draf teks Rules of Origin," ujar Made.
Made mengatakan kedua negara sepakat untuk menyelesaikan perundingan secepat mungkin agar bisa segera menerapkannya. Perundingan itu diharapkan bisa mencapai kesepakatan pada 2018.
Saat ini, struktur tarif Iran mulai dari 5-55 persen, dan lebih dari sepertiga tarif yang dikenakan lebih besar dari 15 persen.
Pada putaran kelima perundingan, ketua juru runding dari dua negara akan lebih fleksibel dan pragmatis dalam bernegosiasi dengan semangat menyelesaikan perundingan, sehingga dapat menghasilkan dokumen yang berkualitas dan menguntungkan kedua negara.
"Iran merupakan mitra penting dan potensial bagi Indonesia dalam memperluas akses pasar di kawasan Timur Tengah," tambah Made.
Beberapa negara-negara mitra Indonesia saat ini juga sedang atau akan melakukan merundingkan kesepakatan perdagangan dengan Iran. Selain memiliki Free Trade Agreement (FTA) dengan Malaysia, PTA/FTA dengan Vietnam, FTA dengan Pakistan, Iran juga akan membuat Free Trade Zonedengan Eurasian Economic Union (EAEU).
Neraca perdagangan Indonesia-Iran selama periode 2013-2016 selalu surplus bagi Indonesia. Data tahun 2016 menunjukkan nilai ekspor Indonesia ke Iran mencapai 235,19 juta dolar AS dan impor Indonesia dari Iran 103,4 juta dolar AS.
Nilai total perdagangan Indonesia-Iran periode Januari-Juli 2017 naik 201,82 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2016.
Ekspor Indonesia ke Iran pada periode tersebut tercatat sebesar 175 juta dolar AS, sementara impor Indonesia mencapai 208,2 juta dolar AS.
Komoditas ekspor utama Indonesia ke Iran adalah kertas dan produk kertas, serta minyak kelapa sawit. Sedangkan komoditas impor Indonesia dari Iran adalah minyak bumi, gipsum, produk dari besi atau baja, dan sulfur.
Editor: Maryati
COPYRIGHT © ANTARA 2017
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.