Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antar bank di Jakarta pada Jumat sore bergerak melemah sebesar 30 poin menjadi Rp13.060, dibandingkan sebelumnya di posisi Rp13.030 per dolar AS.
Analis Monex Investindo Futures Putu Agus di Jakarta, Jumat mengatakan ekspektasi kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat yang semakin kuat menyusul beberapa data ekonomi AS memberikan indikasi perbaikan menopang dolar AS terhadap mayoritas mata uang dunia, termasuk rupiah.
Ia mengemukakan bahwa data produk domestik bruto (PDB) AS yang akan dirilis berpotensi memperkuat ekspektasi kenaikan suku bunga AS. PDB AS kuartal ketiga diperkirakan naik 2,5 persen lebih tinggi dari kenaikan kuartal sebelumnya 1,4 persen.
"Jika data tersebut dirilis seusai perkiraan atau lebih tinggi maka probabilitas kenaikan suku bunga di AS kemungkinan akan meningkat dan menopang dolar AS. Sebaliknya, jika hasilnya mengecewakan dapat memicu penurunan dolar AS," katanya.
Ia menambahkan bahwa data klaim pengangguran Amerika Serikat yang menurun mencerminkan tingkat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masih tetap rendah. Jumlah orang yang mengajukan tunjangan pengangguran di AS turun sebanyak 3.000 menjadi 258.000.
Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta menambahkan bahwa fokus pelaku pasar saat ini tertuju pada inflasi Oktober 2016, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) serta defisit transaksi berjalan kuartal III 2016 yang akan dirilis pada awal November 2016 mendatang.
"Pertumbuhan PDB yang melambat di tengah ketidakpastian global bisa membuat koreksi atas nilai aset berdenominasi rupiah sehingga berpeluang juga memicu pelemahan rupiah terhadap dolar AS," katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Jumat ini mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp13.048 dibandingkan Rabu (25/10) Rp13.027.
Analis Monex Investindo Futures Putu Agus di Jakarta, Jumat mengatakan ekspektasi kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat yang semakin kuat menyusul beberapa data ekonomi AS memberikan indikasi perbaikan menopang dolar AS terhadap mayoritas mata uang dunia, termasuk rupiah.
Ia mengemukakan bahwa data produk domestik bruto (PDB) AS yang akan dirilis berpotensi memperkuat ekspektasi kenaikan suku bunga AS. PDB AS kuartal ketiga diperkirakan naik 2,5 persen lebih tinggi dari kenaikan kuartal sebelumnya 1,4 persen.
"Jika data tersebut dirilis seusai perkiraan atau lebih tinggi maka probabilitas kenaikan suku bunga di AS kemungkinan akan meningkat dan menopang dolar AS. Sebaliknya, jika hasilnya mengecewakan dapat memicu penurunan dolar AS," katanya.
Ia menambahkan bahwa data klaim pengangguran Amerika Serikat yang menurun mencerminkan tingkat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masih tetap rendah. Jumlah orang yang mengajukan tunjangan pengangguran di AS turun sebanyak 3.000 menjadi 258.000.
Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta menambahkan bahwa fokus pelaku pasar saat ini tertuju pada inflasi Oktober 2016, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) serta defisit transaksi berjalan kuartal III 2016 yang akan dirilis pada awal November 2016 mendatang.
"Pertumbuhan PDB yang melambat di tengah ketidakpastian global bisa membuat koreksi atas nilai aset berdenominasi rupiah sehingga berpeluang juga memicu pelemahan rupiah terhadap dolar AS," katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Jumat ini mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp13.048 dibandingkan Rabu (25/10) Rp13.027.
Editor: Fitri Supratiwi
COPYRIGHT © ANTARA 2016
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.