Jakarta (ANTARA News) - Grup penyebar ujaran kebencian dan kabar palsu di media sosial, Muslim Cyber Army (MCA) memiliki jumlah pengikut ratusan ribu akun medsos.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Pol Fadil Imran di Jakarta, Rabu, menjelaskan bahwa di media sosial, kelompok ini rutin menyebarkan postingan foto video dan berita palsu berisi penghinaan, fitnah dan pencemaran nama baik terhadap pemimpin dan para pejabat negara.
"Mereka rutin memposting penghinaan dan pencemaran nama baik terhadap Presiden Jokowi, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, pejabat pemerintah dan anggota DPR," kata Fadil.
Kelompok ini juga kerap memposting hal-hal bernuansa SARA di medsos, termasuk isu provokatif tentang penyerangan terhadap ulama dan kebangkitan PKI.
"Contoh postingan yang paling banyak meresahkan masyarakat yakni penculikan ulama," katanya.
Menurut dia, jajarannya kini masih mempelajari cara kerja grup MCA ini.
Dari hasil penyidikan sementara, grup MCA ini merupakan grup terbuka bagi siapa saja yang ingin bergabung. Sejauh ini grup MCA di jejaring sosial Facebook beranggotakan 102.064 akun anggota dengan 20 orang admin.
"Akun MCA United ini sebagai wadah penampung postingan dari member MCA yang berupa berita hoaks, video dan gambar provokatif untuk disebarluaskan," katanya.
Grup MCA ini memiliki grup yang lebih kecil yakni Sniper Army Team. Para anggota tim ini termasuk diantaranya enam tersangka yang ditangkap polisi.
Kelompok Sniper Army terdiri dari 177 anggota yang tugasnya melakukan report terhadap akun lawan agar akun lawan diblokir atau tidak bisa diakses lagi. Selain itu Sniper Army juga melakukan kontranarasi terhadap kelompok lawan.
"Adminnya adalah mereka ini (enam tersangka yang ditangkap)," katanya.
Di atas Sniper Army Team, terdapat kelompok inti yakni Cyber Moeslim Defeat Hoax yang grupnya bersifat sangat tertutup. Jumlah anggota kelompok ini 145 anggota dan mereka berkomunikasi melalui aplikasi Zello.
"Tugas anggota Cyber Moeslim Defeat Hoax ini membuat setting opini dengan membagi berita ke sosmed secara masif, serentak dan bergelombang," katanya.
Sementara di atas Cyber Moeslim Defeat Hoax, ada The Family Team Cyber yang merupakan grup tertutup dan beranggotakan sembilan orang.
"Wadah grup ini berisi orang-orang yang berpengaruh di dalam grup-grup lainnya untuk mengatur, merencanakan sebuah berita agar dapat diviralkan secara terstruktur," katanya.
Polisi kini masih mengejar `otak` dibalik MCA yang berinisial TM. TM juga diketahui merupakan anggota The Family Team Cyber.
Sebelumnya, penyidik Siber Bareskrim menangkap enam orang anggota MCA di sejumlah lokasi yang berbeda yakni Muhammad Luth (40) ditangkap di Tanjung Priok, Jakut; Rizki Surya Dharma (35) di Pangkalpinang; Ramdani Saputra (39) di Bali; Yuspiadin (25) di Sumedang; Ronny Sutrisno (40) serta Tara Arsih Wijayani (40).
Para tersangka dijerat dengan perbuatan pidana sengaja ?menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi Ras dan Etnis (SARA) dan/atau dengan sengaja dan tanpa hak menyuruh melakukan tindakan yang menyebabkan terganggunya sistem elektronik dan atau membuat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya.?
Mereka dijerat dengan pasal 45A ayat (2) Jo pasal 28 ayat (2) UU No19/2016 tentang Perubahan Atas UU No 11/2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan atau pasal Jo pasal 4 huruf b angka 1 UU No 40/2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan/atau pasal 33 UU ITE.?
"Ancaman pidana enam tahun dan denda Rp 1 miliar," kata Fadil.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Pol Fadil Imran di Jakarta, Rabu, menjelaskan bahwa di media sosial, kelompok ini rutin menyebarkan postingan foto video dan berita palsu berisi penghinaan, fitnah dan pencemaran nama baik terhadap pemimpin dan para pejabat negara.
"Mereka rutin memposting penghinaan dan pencemaran nama baik terhadap Presiden Jokowi, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, pejabat pemerintah dan anggota DPR," kata Fadil.
Kelompok ini juga kerap memposting hal-hal bernuansa SARA di medsos, termasuk isu provokatif tentang penyerangan terhadap ulama dan kebangkitan PKI.
"Contoh postingan yang paling banyak meresahkan masyarakat yakni penculikan ulama," katanya.
Menurut dia, jajarannya kini masih mempelajari cara kerja grup MCA ini.
Dari hasil penyidikan sementara, grup MCA ini merupakan grup terbuka bagi siapa saja yang ingin bergabung. Sejauh ini grup MCA di jejaring sosial Facebook beranggotakan 102.064 akun anggota dengan 20 orang admin.
"Akun MCA United ini sebagai wadah penampung postingan dari member MCA yang berupa berita hoaks, video dan gambar provokatif untuk disebarluaskan," katanya.
Grup MCA ini memiliki grup yang lebih kecil yakni Sniper Army Team. Para anggota tim ini termasuk diantaranya enam tersangka yang ditangkap polisi.
Kelompok Sniper Army terdiri dari 177 anggota yang tugasnya melakukan report terhadap akun lawan agar akun lawan diblokir atau tidak bisa diakses lagi. Selain itu Sniper Army juga melakukan kontranarasi terhadap kelompok lawan.
"Adminnya adalah mereka ini (enam tersangka yang ditangkap)," katanya.
Di atas Sniper Army Team, terdapat kelompok inti yakni Cyber Moeslim Defeat Hoax yang grupnya bersifat sangat tertutup. Jumlah anggota kelompok ini 145 anggota dan mereka berkomunikasi melalui aplikasi Zello.
"Tugas anggota Cyber Moeslim Defeat Hoax ini membuat setting opini dengan membagi berita ke sosmed secara masif, serentak dan bergelombang," katanya.
Sementara di atas Cyber Moeslim Defeat Hoax, ada The Family Team Cyber yang merupakan grup tertutup dan beranggotakan sembilan orang.
"Wadah grup ini berisi orang-orang yang berpengaruh di dalam grup-grup lainnya untuk mengatur, merencanakan sebuah berita agar dapat diviralkan secara terstruktur," katanya.
Polisi kini masih mengejar `otak` dibalik MCA yang berinisial TM. TM juga diketahui merupakan anggota The Family Team Cyber.
Sebelumnya, penyidik Siber Bareskrim menangkap enam orang anggota MCA di sejumlah lokasi yang berbeda yakni Muhammad Luth (40) ditangkap di Tanjung Priok, Jakut; Rizki Surya Dharma (35) di Pangkalpinang; Ramdani Saputra (39) di Bali; Yuspiadin (25) di Sumedang; Ronny Sutrisno (40) serta Tara Arsih Wijayani (40).
Para tersangka dijerat dengan perbuatan pidana sengaja ?menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi Ras dan Etnis (SARA) dan/atau dengan sengaja dan tanpa hak menyuruh melakukan tindakan yang menyebabkan terganggunya sistem elektronik dan atau membuat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya.?
Mereka dijerat dengan pasal 45A ayat (2) Jo pasal 28 ayat (2) UU No19/2016 tentang Perubahan Atas UU No 11/2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan atau pasal Jo pasal 4 huruf b angka 1 UU No 40/2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan/atau pasal 33 UU ITE.?
"Ancaman pidana enam tahun dan denda Rp 1 miliar," kata Fadil.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: AA Ariwibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2018
Editor: AA Ariwibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2018
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.