Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi V DPR, Sigit Sosiantomo menilai musibah banjir bandang yang terjadi di Garut, Jawa Barat merupakan momentum memperbaiki pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), khususnya di Sungai Cimanuk.
"Suatu DAS dinyatakan buruk, jika koefisien rasio sungainya lebih besar dari 80," katanya di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, saat ini yang terjadi di DAS Cimanuk adalah koefisien rasio sungai 713 dan itu menunjukkan terjadi kerusakan yang masif di DAS tersebut.
Karena itu dia menilai, jika terjadi hujan lebat, selalu dikonversi dengan limpasan permukaan atau debit sungai yang menyebabkan banjir.
"Penyebab banjir bandang Garut tidak hanya kondisi alam saja tetapi juga pengaruh dari manusia atau kondisi tata buka lahan yang tidak sesuai dengan kondisi alamnya," ujarnya.
Sigit mengatakan, kondisi alam di Garut berbentuk seperti mangkok atau lembah yang dikelilingi tujuh gunung api, sehingga secara hidrologi daerah itu menjadi tempat mengalirnya air dari gunung.
Menurut dia, dengan kata lain, Garut menjadi pertemuan dua arus sungai dari Gunung Papandayan, salah satunya Sungai Cimanuk.
"Kondisi itu diperparah dengan adanya penyumbatan di arus sungai akibat kondisi tanah pada lereng lembah rapuh, yaitu tanah yang tersusun dari batu-batuan gunung api, bentuknya lepas, teralterasi sehingga mudah longsor dan material longsor akan terseret ke sungai," katanya.
Politikus PKS itu menilai, sungai tersebut juga memicu erosi tebing dan mengakibatkan jumlah sedimen berlipat ganda ketika curah hujan tinggi.
Menurut dia, dalam hal kondisi tata buka lahan pun tidak sesuai dengan kondisi alam karena lembah sungai seharusnya untuk lewat arus sudah menjadi kampung permukiman padat.
"Fraksi PKS memandang perlu dilakukan pendekatan pengelolaan kelembagaan DAS secara terintegrasi untuk menahan kerusakan lingkungan yang semakin berat, sekaligus mempertahankan ketersediaan air secara berkesinambungan untuk berbagai keperluan," ujarnya.
Dia memaparkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang menyebutkan bahwa dari 450 DAS di Indonesia, terdapat 118 DAS kondisinya kritis.
Sigit menegaskan, titik-titik DAS kritis yang sudah ditentukan Pemerintah harus diberikan solusi perbaikan agar banjir, longsor dan potensi musibah lainnya.
"Perbaikan yang berkelanjutan yang bersinergi antar instansi dengan tidak mementingkan ego sectoral dan mematuhi aturan-aturan terkait seperti tata kelola hutan, pertanian, ruang dan lahan," katanya.
Banjir bandang Garut tersebut telah menerjang tujuh kecamatan di Kabupaten Garut pada Selasa (20/9) malam. Ketujuh kecamatan itu adalah Bayongbong, Garut Kota, Banyu Resmi, Tarogong Kaler, Tarogong Kidul, Karang Pawitan, dan Samarang.
Akibat bencana itu, 34 orang tewas, 19 orang masih dalam pencarian, dan tidak kurang dari 1.000 jiwa diungsikan, merusak sekitar 594 bangunan terdiri dari sekolah, asrama TNI, rumah sakit, pemukiman, PDAM dan menghanyutkan 57 bangunan lainnya.
"Suatu DAS dinyatakan buruk, jika koefisien rasio sungainya lebih besar dari 80," katanya di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, saat ini yang terjadi di DAS Cimanuk adalah koefisien rasio sungai 713 dan itu menunjukkan terjadi kerusakan yang masif di DAS tersebut.
Karena itu dia menilai, jika terjadi hujan lebat, selalu dikonversi dengan limpasan permukaan atau debit sungai yang menyebabkan banjir.
"Penyebab banjir bandang Garut tidak hanya kondisi alam saja tetapi juga pengaruh dari manusia atau kondisi tata buka lahan yang tidak sesuai dengan kondisi alamnya," ujarnya.
Sigit mengatakan, kondisi alam di Garut berbentuk seperti mangkok atau lembah yang dikelilingi tujuh gunung api, sehingga secara hidrologi daerah itu menjadi tempat mengalirnya air dari gunung.
Menurut dia, dengan kata lain, Garut menjadi pertemuan dua arus sungai dari Gunung Papandayan, salah satunya Sungai Cimanuk.
"Kondisi itu diperparah dengan adanya penyumbatan di arus sungai akibat kondisi tanah pada lereng lembah rapuh, yaitu tanah yang tersusun dari batu-batuan gunung api, bentuknya lepas, teralterasi sehingga mudah longsor dan material longsor akan terseret ke sungai," katanya.
Politikus PKS itu menilai, sungai tersebut juga memicu erosi tebing dan mengakibatkan jumlah sedimen berlipat ganda ketika curah hujan tinggi.
Menurut dia, dalam hal kondisi tata buka lahan pun tidak sesuai dengan kondisi alam karena lembah sungai seharusnya untuk lewat arus sudah menjadi kampung permukiman padat.
"Fraksi PKS memandang perlu dilakukan pendekatan pengelolaan kelembagaan DAS secara terintegrasi untuk menahan kerusakan lingkungan yang semakin berat, sekaligus mempertahankan ketersediaan air secara berkesinambungan untuk berbagai keperluan," ujarnya.
Dia memaparkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang menyebutkan bahwa dari 450 DAS di Indonesia, terdapat 118 DAS kondisinya kritis.
Sigit menegaskan, titik-titik DAS kritis yang sudah ditentukan Pemerintah harus diberikan solusi perbaikan agar banjir, longsor dan potensi musibah lainnya.
"Perbaikan yang berkelanjutan yang bersinergi antar instansi dengan tidak mementingkan ego sectoral dan mematuhi aturan-aturan terkait seperti tata kelola hutan, pertanian, ruang dan lahan," katanya.
Banjir bandang Garut tersebut telah menerjang tujuh kecamatan di Kabupaten Garut pada Selasa (20/9) malam. Ketujuh kecamatan itu adalah Bayongbong, Garut Kota, Banyu Resmi, Tarogong Kaler, Tarogong Kidul, Karang Pawitan, dan Samarang.
Akibat bencana itu, 34 orang tewas, 19 orang masih dalam pencarian, dan tidak kurang dari 1.000 jiwa diungsikan, merusak sekitar 594 bangunan terdiri dari sekolah, asrama TNI, rumah sakit, pemukiman, PDAM dan menghanyutkan 57 bangunan lainnya.
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2016
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.