diduga ada mark up (penggelembungan) harga dalam pengadaan yang jumlahnya Rp6 triliun
Jakarta (ANTARA News) - KPK menduga negara merugi Rp2 triliun akibat dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan paket penerapan e-KTP atau KTP elektronik 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri.
"Berdasarkan perhitungan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) Rp2 triliun," kata Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati di Gedung KPK Jakarta, Jumat.
KPK menetapkan tersangka baru dalam kasus ini yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Irman sehingga ada dua tersangka dalam perkara ini yaitu Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.
Keduanya disangkakan pasal yang mengatur orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
"Angka Rp2 triliun karena diduga ada mark up (penggelembungan) harga dalam pengadaan yang jumlahnya Rp6 triliun, tapi mengapa angkanya hingga Rp2 triliun, saya harus menanyakan lagi kepada penyidik," ungkap Yuyuk.
Irman saat ini masih menjabat staf ahli Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumulo.
"Rekomendasi kepada Mendagri untuk memberhentikan tersangka IR belum ada, tapi KPK akan terus mendalami keterlibatan pihak-pihak lain yang diduga mengetahui atau memiliki keterangan dalam kasus ini," tambah Yuyuk.
Penetapan Irman yang butuh waktu lebih dari dua tahun dari penetapan tersangka pertama pada 22 April itu, menurut Yuyuk, karena banyak saksi dan bukti yang harus dikumpulkan.
"Sedangkan untuk kondisi kesehatan Sugiharto terakhir saya belum mengetahui, penyidik bekerja ekstra keras bekerja untuk melengkapi berkas-berkas kasus ini," tegas Yuyuk.
Pengacara bekas bendahara umum Partai Demokrat Nazaruddin, Elza Syarif, pernah mengatakan proyek e-KTP dikendalikan ketua fraksi Partai Golkar DPR (saat itu) Setya Novanto, mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang dilaksanakan oleh Nazaruddin, staf PT Adhi Karya Adi Saptinus, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri dan Pejabat Pembuat Komitmen.
Dalam dokumen yang dibawa Elza tampak bagan yang menunjukkan hubungan pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi proyek KTP elektronik itu, mulai dari Andi Narogong dan Nazaruddin dalam kotak berjudul "Pelaksana" dengan anak panah ke kotak berjudul "Boss Proyek e-KTP" yang berisi nama Novanto dan Anas Urbaningrum.
Kotak bagan "Boss Proyek e-KTP" itu lalu menunjukkan panah ke tiga kotak bagan. Kotak pertama berjudul "Ketua/Wakil Banggar yang Terlibat Menerima Dana" berisi nama (1) Mathias Mekeng USD 500ribu, (2) Olly Dondo Kambe USD 1 juta, dan (3) Mirwan Amir USD 500 ribu.
Kotak kedua berjudul "Ketua/Wakil Ketua Komisi II DPR RI yang Terlibat Menerima Dana" berisi nama (1) Haeruman Harahap USD 500 ribu, (2) Ganjar Pranowo USD 500 ribu, dan (3) Arief Wibowo USD 500 ribu.
Terakhir, kotak ketiga tanpa judul berisi nama (1) Mendagri (Gamawan/Anas), (2) Sekjen (Dian Anggraeni), (3) PPK (Sugiarto), dan (4) Ketua Panitia Lelang (Drajat Wisnu S).
Pemenang pengadaan e-KTP adalah konsorsium Percetakan Negara RI yang terdiri atas Perum PNRI, PT Sucofindo (Persero), PT LEN Industri (Persero), PT Quadra Solution dan PT Sandipala Arthaputra.
"Berdasarkan perhitungan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) Rp2 triliun," kata Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati di Gedung KPK Jakarta, Jumat.
KPK menetapkan tersangka baru dalam kasus ini yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Irman sehingga ada dua tersangka dalam perkara ini yaitu Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.
Keduanya disangkakan pasal yang mengatur orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
"Angka Rp2 triliun karena diduga ada mark up (penggelembungan) harga dalam pengadaan yang jumlahnya Rp6 triliun, tapi mengapa angkanya hingga Rp2 triliun, saya harus menanyakan lagi kepada penyidik," ungkap Yuyuk.
Irman saat ini masih menjabat staf ahli Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumulo.
"Rekomendasi kepada Mendagri untuk memberhentikan tersangka IR belum ada, tapi KPK akan terus mendalami keterlibatan pihak-pihak lain yang diduga mengetahui atau memiliki keterangan dalam kasus ini," tambah Yuyuk.
Penetapan Irman yang butuh waktu lebih dari dua tahun dari penetapan tersangka pertama pada 22 April itu, menurut Yuyuk, karena banyak saksi dan bukti yang harus dikumpulkan.
"Sedangkan untuk kondisi kesehatan Sugiharto terakhir saya belum mengetahui, penyidik bekerja ekstra keras bekerja untuk melengkapi berkas-berkas kasus ini," tegas Yuyuk.
Pengacara bekas bendahara umum Partai Demokrat Nazaruddin, Elza Syarif, pernah mengatakan proyek e-KTP dikendalikan ketua fraksi Partai Golkar DPR (saat itu) Setya Novanto, mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang dilaksanakan oleh Nazaruddin, staf PT Adhi Karya Adi Saptinus, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri dan Pejabat Pembuat Komitmen.
Dalam dokumen yang dibawa Elza tampak bagan yang menunjukkan hubungan pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi proyek KTP elektronik itu, mulai dari Andi Narogong dan Nazaruddin dalam kotak berjudul "Pelaksana" dengan anak panah ke kotak berjudul "Boss Proyek e-KTP" yang berisi nama Novanto dan Anas Urbaningrum.
Kotak bagan "Boss Proyek e-KTP" itu lalu menunjukkan panah ke tiga kotak bagan. Kotak pertama berjudul "Ketua/Wakil Banggar yang Terlibat Menerima Dana" berisi nama (1) Mathias Mekeng USD 500ribu, (2) Olly Dondo Kambe USD 1 juta, dan (3) Mirwan Amir USD 500 ribu.
Kotak kedua berjudul "Ketua/Wakil Ketua Komisi II DPR RI yang Terlibat Menerima Dana" berisi nama (1) Haeruman Harahap USD 500 ribu, (2) Ganjar Pranowo USD 500 ribu, dan (3) Arief Wibowo USD 500 ribu.
Terakhir, kotak ketiga tanpa judul berisi nama (1) Mendagri (Gamawan/Anas), (2) Sekjen (Dian Anggraeni), (3) PPK (Sugiarto), dan (4) Ketua Panitia Lelang (Drajat Wisnu S).
Pemenang pengadaan e-KTP adalah konsorsium Percetakan Negara RI yang terdiri atas Perum PNRI, PT Sucofindo (Persero), PT LEN Industri (Persero), PT Quadra Solution dan PT Sandipala Arthaputra.
Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2016
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.