Jakarta (ANTARA News) - Pada “tahun politik” 2018 dan 2019 ini, dinamika politik nasional menghangat dan bisa berimbas ke mana-mana dengan berbagai konsekuensi baik dan buruknya.
Keinginan itu mengemuka berdampingan dengan harapan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang akan menunjuk dua perwira tinggi polisi aktif menjadi pelaksana tugas gubernur di dua provinsi yang menggelar pilkada tingkat provinsi.
Kedua perwira tinggi polisi itu adalah Inspektur Jenderal Polisi M Iriawan (Jawa Barat) dan Inspektur Jenderal Polisi Martuani Sormin (Sumatera Utara). Jawa Barat diketahui merupakan “lumbung suara” pada pemilu nasional sementara Sumatera Utara juga tidak kalah penting dalam peta dinamika politik nasional.
Ikatan Alumni Kursus Reguler Angkatan ke-XXV Lembaga Ketahanan Nasional, bertempat di Taman Mini Indonesia Indah, Sabtu (28/1), meluncurkan buku memperingati HUT ke-25 organisasi itu.
Ketua Ikatan Alumni KRA XXV, Jenderal Polisi (Purnawirawan) Roesmanhadi, hadir pada peluncuran buku yang diharapkan bisa menjadi masukan bagi Presiden Joko Widodo dalam melaksanakan tugasnya.
Ketua Ikatan Alumni Lembaga Ketahanan Nasional yang juga Ketua Dewan Pertimbangan Presiden, Jenderal TNI (Purnawirawan) Agum Gumelar menyatakan pendapatnya.
“Semua orang punya hak memilih dan dipilih. Dalam proses Pilkada dan Pemilu nanti, silakan semuanya melakukan itu, diberi kebebasan, terserah memilih siapa saja sesuai keinginan. Tetapi perbedaan memilih ini sifatnya sementara saja,” kata Gumelar, dalam percakapan.
Begitu Pilkada selesai, begitu Pemilu selesai, kata dia, tidak ada lagi perbedaan itu. Hilang perbedaan itu. Yes Sir, hormati apa pun hasil proses demokrasi itu. Dia memberi ilustrasi di DKI, saat Anies Baswedan dan Basuki Purnama berlaga di Pilkada DKI Jakarta.
“Anies-Ahok, banyak pendukung Anies, dan banyak pendukung Ahok. Itu wajar. Di antara anggota IKAL juga ada pendukung Anies dan ada pendukung Ahok. Tetapi begitu selesai Pilkada lalu Anies terpilih, ya sudah hormati. Nach inilah sikap dewasa dalam berdemokrasi. Inilah (sikap dewasa berdemokrasi) yang kita ajak tumbuh-kembangkan,” kata Gumelar, yang juga pernah menjadi gubernur Lemhannas itu.
Dia juga mengajak semua komponen masyarakat untuk mengedepankan satu sikap yang dia katakan penting.
“Pasangan calon dengan pendukungnya jangan menganggap calon lain dengan pendukungnya sebagai musuh yang harus dihancurkan. Itu keliru besar. Jangan dianggap musuh. Anggaplah sebagai rival dalam kontestasi demokrasi. Setelah selesai, bersatu lagi,” katanya.
Pada sisi lain, dia menyinggung keinginan Kumolo tentang penunjukan dua perwira tinggi polisi itu. Hal ini sebenarnya pernah terjadi pada Pilkada 2016.
"Apakah itu melanggar undang-undang? Selama itu tidak melanggar, undang-undang tidak usah dipermasalahkan," ujarnya.
Pewarta: Ade P Marboen
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2018
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2018
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.