Semoga Gubernur BI yang akan habis masa jabatannya pada Mei 2018 punya jurus baru menguatkan nilai rupiah."
Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia diharapkan mampu menaikkan kurs rupiah atas dolar Amerika sebagai antisiapsi pertumbuhan ekonomi AS yang menguat akhir-akhir ini.
President Director Center for Banking Crisis, Achmad Deni Daruri dalam keterangan persnya di Jakarta, Senin, mengatakan, BI dituntut harus inovatif dan antispatif terhadap kondisi perekonomian global khususnya ekonomi Amerika, agar kurs rupiah tidak merosot atas dolar AS.
President Director Center for Banking Crisis, Achmad Deni Daruri dalam keterangan persnya di Jakarta, Senin, mengatakan, BI dituntut harus inovatif dan antispatif terhadap kondisi perekonomian global khususnya ekonomi Amerika, agar kurs rupiah tidak merosot atas dolar AS.
Menurut Deni Daruri, pelemahan mata uang di Asia memang karena perekonomian Amerika terus membaik. Trend perekonomian Amerika terus positif baik kebijakan fiskal oleh pemerintah AS, maupun kebijakan moneter yang di lakukan oleh The Fed.
"Bank Sentral seperti Singapura telah menyiapkan instrumen moneter yang inovatif dan antisipatif sehingga perkembangan perekonomian Amerika tidak signifikan mempengaruhi mata uang Singapura," ujarnya.
Selain itu, Otoritas Moneter Singapura, menggunakan pertukaran mata uang dolar Singapura sebagai instrumen utama kebijakan moneter bukan suku bunga. Hal Ini memudahkan, otoritas bank central untuk melakukan penyesuaian kebijakan terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi global.
Namun, kata Deni Daruri, beda dengan rupiah, BI kelihatan agak gugup mengantisipasi perkembangan ekonomi Amerika, sehingga instrumen BI tidak inovatif hanya intervensi pasar, yang dinilainya hanya menghabiskan cadangan devisa tanpa efek maksimal pengaruhnya.
Oleh karena itu, BI dituntut inovatif dan antispatif terhadap kondisi perekenomian global khusus ekonomi Amerika.
"Semoga Gubernur BI yang akan habis masa jabatannya pada Mei 2018 punya jurus baru menguatkan nilai rupiah," demikian Achmad Deni Daruri.
"Bank Sentral seperti Singapura telah menyiapkan instrumen moneter yang inovatif dan antisipatif sehingga perkembangan perekonomian Amerika tidak signifikan mempengaruhi mata uang Singapura," ujarnya.
Selain itu, Otoritas Moneter Singapura, menggunakan pertukaran mata uang dolar Singapura sebagai instrumen utama kebijakan moneter bukan suku bunga. Hal Ini memudahkan, otoritas bank central untuk melakukan penyesuaian kebijakan terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi global.
Namun, kata Deni Daruri, beda dengan rupiah, BI kelihatan agak gugup mengantisipasi perkembangan ekonomi Amerika, sehingga instrumen BI tidak inovatif hanya intervensi pasar, yang dinilainya hanya menghabiskan cadangan devisa tanpa efek maksimal pengaruhnya.
Oleh karena itu, BI dituntut inovatif dan antispatif terhadap kondisi perekenomian global khusus ekonomi Amerika.
"Semoga Gubernur BI yang akan habis masa jabatannya pada Mei 2018 punya jurus baru menguatkan nilai rupiah," demikian Achmad Deni Daruri.
Editor: B Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2017
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.