Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal Komisi Independen Pemantau Pemilu Kaka Suminta mengharapkan Komisi Pemilihan Umum tetap berpijak pada putusan Mahkamah Konstitusi yang final dan mengikat terkait dengan aturan larangan pengurus partai politik menjadi calon anggota DPD.
"Kita pikir, KPU tetap harus berpegang terhadap putusan MK, harus konsisten dalam pembagian kekuasaan, DPD tidak boleh dipegang oleh orang partai," katanya melalui sambungan telpon, Rabu, menanggapi putusan MA yang mengabulkan gugatan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta terhadap PKPU no 26/2018 yang melarang pengurus partai politik menjadi calon legislatif.
Menurut dia, PKPU no 26/2018 tersebut respon terhadap putusan Mahkamah Konstitusi no 30/PUU-XVI/2018 terkait uji materi UU no 7/2017 tentang Pemilu yang bersifat final dan mengikat.
Dalam putusan MK telah jelas, bahwa pengurus partai politik dilarang menjadi calon anggota DPR karena berpotensi terjadi konflik kepentingan. MK berpendapat DPD harus diisi tokoh-tokoh daerah yang merupkan representasi daerah dan tidak pengurus partai politik, agar tujuan kelembagaan DPD sebagai representasi daerah terpenuhi.
"Dari sisi hukum saya pikir apa yang diputuskan MA bertentangan denggan putusan MK tentang pokok yang sama dimana DPD bukan merupakan bagian dari ranah parpol sehingga memag tak boleh diisi orang partai. Sehingga PKPU 26/2018 jelas pijakanya," katanya.
Menurut dia, KPU tidak perlu mengakomodir putusan MA tersebut, mengingat saat ini masa kampanye dan telah ditetapkan daftar calon tetap tidak bisa diubah, sesuai dengan ketentuan PKPU 20/2018 dan PKPU 26/2018.
"KIPP menyayangkan putusan MA yang tak mengindahkan amanat konstitusi. Hanya berdasarkan hukum di tingkat UU. Bahkan seharusnya MA menolak uji materi ini karena sudah jelas secara konstitusional. Sebaiknya KY mengevaluasi putusan MA ini," katanya.
"Kita pikir, KPU tetap harus berpegang terhadap putusan MK, harus konsisten dalam pembagian kekuasaan, DPD tidak boleh dipegang oleh orang partai," katanya melalui sambungan telpon, Rabu, menanggapi putusan MA yang mengabulkan gugatan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta terhadap PKPU no 26/2018 yang melarang pengurus partai politik menjadi calon legislatif.
Menurut dia, PKPU no 26/2018 tersebut respon terhadap putusan Mahkamah Konstitusi no 30/PUU-XVI/2018 terkait uji materi UU no 7/2017 tentang Pemilu yang bersifat final dan mengikat.
Dalam putusan MK telah jelas, bahwa pengurus partai politik dilarang menjadi calon anggota DPR karena berpotensi terjadi konflik kepentingan. MK berpendapat DPD harus diisi tokoh-tokoh daerah yang merupkan representasi daerah dan tidak pengurus partai politik, agar tujuan kelembagaan DPD sebagai representasi daerah terpenuhi.
"Dari sisi hukum saya pikir apa yang diputuskan MA bertentangan denggan putusan MK tentang pokok yang sama dimana DPD bukan merupakan bagian dari ranah parpol sehingga memag tak boleh diisi orang partai. Sehingga PKPU 26/2018 jelas pijakanya," katanya.
Menurut dia, KPU tidak perlu mengakomodir putusan MA tersebut, mengingat saat ini masa kampanye dan telah ditetapkan daftar calon tetap tidak bisa diubah, sesuai dengan ketentuan PKPU 20/2018 dan PKPU 26/2018.
"KIPP menyayangkan putusan MA yang tak mengindahkan amanat konstitusi. Hanya berdasarkan hukum di tingkat UU. Bahkan seharusnya MA menolak uji materi ini karena sudah jelas secara konstitusional. Sebaiknya KY mengevaluasi putusan MA ini," katanya.
Pewarta: M Arief Iskandar
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2018
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2018
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.