Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi mengklarifikasi petinggi Lippo Group James Riady terkait perizinan pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
"Ada beberapa hal yang perlu kami klarifikasi, tentu terkait sejauh mana pengetahuan saksi tentang proyek dan perizinan Meikarta," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa memeriksa James Riady sebagai saksi untuk sembilan tersangka dalam kasus tersebut.
KPK juga mengklarifikasi James Riady apakah mengetahui tentang dugaan suap kepada Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin dan kawan-kawan.
"Apakah saksi tahu atau tidak tentang dugaan suap ke Bupati dan kawan-kawan," kata Febri.
Selain itu, KPK pada Selasa juga memanggil tiga saksi lainnya untuk tersangka Sahat MBJ Nahor (SMN), yaitu mantan Kabid Perizinan Tata Ruang Pemkab Bekasi Deni Mulyadi, mantan Kadis BPMPTSP Pemkab Bekasi Carwinda, dan Acep Abdi Eka Pradana yang merupakan ajudan Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin.
Selanjutnya, KPK juga memanggil Neneng Hassanah Yasin untuk diperiksa dalam kapasitasnya sebagai tersangka dalam kasus suap tersebut.
Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan sembilan tersangka, yaitu konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), pegawai Lippo Group Henry Jasmen (HJ).
Selanjutnya, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin (J), Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor (SMN), dan Kepala Dinas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati (DT), Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS), Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin (NNY), dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi (NR).
Diduga, pemberian terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas total 774 hektare yang dibagi ke dalam tiga fase/tahap, yaitu fase pertama 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare.
Pemberian dalam perkara ini, diduga sebagai bagian dari komitmen "fee" fase proyek pertama dan bukan pemberian yang pertama dari total komitmen Rp13 miliar, melalui sejumlah dinas, yaitu Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, Damkar dan DPM-PPT.
KPK menduga realisasi pemberiaan sampai saat ini adalah sekitar Rp7 miliar melalui beberapa kepala dinas, yaitu pemberian pada April, Mei, dan Juni 2018.
Adapun keterkaitan sejumlah dinas dalam proses perizinan karena proyek tersebut cukup kompleks, yakni memiliki rencana pembangunan apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit hingga tempat pendidikan sehingga dibutuhkan banyak perizinan, di antaranya rekomendasi penanggulangan kebakaran, amdal, banjir, tempat sampat, hingga lahan makam.
Baca juga: Cuaca baik pada hari kedua pencarian korban
Baca juga: Lima orang dari jajaran Kesehatan menjadi korban Lion Air JT 610
Baca juga: Jenazah tak utuh kendala identifikasi korban JT 610
"Ada beberapa hal yang perlu kami klarifikasi, tentu terkait sejauh mana pengetahuan saksi tentang proyek dan perizinan Meikarta," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa memeriksa James Riady sebagai saksi untuk sembilan tersangka dalam kasus tersebut.
KPK juga mengklarifikasi James Riady apakah mengetahui tentang dugaan suap kepada Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin dan kawan-kawan.
"Apakah saksi tahu atau tidak tentang dugaan suap ke Bupati dan kawan-kawan," kata Febri.
Selain itu, KPK pada Selasa juga memanggil tiga saksi lainnya untuk tersangka Sahat MBJ Nahor (SMN), yaitu mantan Kabid Perizinan Tata Ruang Pemkab Bekasi Deni Mulyadi, mantan Kadis BPMPTSP Pemkab Bekasi Carwinda, dan Acep Abdi Eka Pradana yang merupakan ajudan Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin.
Selanjutnya, KPK juga memanggil Neneng Hassanah Yasin untuk diperiksa dalam kapasitasnya sebagai tersangka dalam kasus suap tersebut.
Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan sembilan tersangka, yaitu konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), pegawai Lippo Group Henry Jasmen (HJ).
Selanjutnya, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin (J), Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor (SMN), dan Kepala Dinas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati (DT), Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS), Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin (NNY), dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi (NR).
Diduga, pemberian terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas total 774 hektare yang dibagi ke dalam tiga fase/tahap, yaitu fase pertama 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare.
Pemberian dalam perkara ini, diduga sebagai bagian dari komitmen "fee" fase proyek pertama dan bukan pemberian yang pertama dari total komitmen Rp13 miliar, melalui sejumlah dinas, yaitu Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, Damkar dan DPM-PPT.
KPK menduga realisasi pemberiaan sampai saat ini adalah sekitar Rp7 miliar melalui beberapa kepala dinas, yaitu pemberian pada April, Mei, dan Juni 2018.
Adapun keterkaitan sejumlah dinas dalam proses perizinan karena proyek tersebut cukup kompleks, yakni memiliki rencana pembangunan apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit hingga tempat pendidikan sehingga dibutuhkan banyak perizinan, di antaranya rekomendasi penanggulangan kebakaran, amdal, banjir, tempat sampat, hingga lahan makam.
Baca juga: Cuaca baik pada hari kedua pencarian korban
Baca juga: Lima orang dari jajaran Kesehatan menjadi korban Lion Air JT 610
Baca juga: Jenazah tak utuh kendala identifikasi korban JT 610
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Sri Muryono
COPYRIGHT © ANTARA 2018
Editor: Sri Muryono
COPYRIGHT © ANTARA 2018
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.