Nusa Dua, Bali (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat terdampak oleh potensi perlambatan ekonomi global yang terjadi di 2018 dan 2019.
"Negara berkembang akan mengalami pengaruh revisi kebawah, entah melalui perdagangan internasional, atau 'interest rate yang semakin mahal, Indonesia tidak terkecuali," kata Sri Mulyani saat berbincang dengan Antara di Nusa Dua, Bali, Selasa.
Ia menjelaskan kenaikan suku bunga Bank Sentral AS yang berkelanjutan serta penguatan dolar AS dapat menyebabkan biaya pinjaman menjadi lebih mahal serta membuat investasi menjadi tertahan dan tidak bisa tumbuh sesuai potensinya.
"Investasi biasanya meminjam uang, kalau sekarang pinjamnya mahal dan tidak menguntungkan, maka mereka tidak jadi meminjam dan investasi berkurang. Itu kita harus hati-hati karena investasi sebenarnya baru 'recovery'," ujarnya.
Padahal, menurut dia, kinerja investasi sedang menunjukkan adanya tanda-tanda perbaikan dan sempat tumbuh pada kisaran 7,0 - 7,5 persen pada triwulan sebelumnya.
Potensi perlambatan investasi ini dapat berdampak kepada berkurangnya permintaan dan lesunya laju impor serta turunnya pertumbuhan sektor perdagangan nasional secara keseluruhan.
"Impor menurun dalam rangka menurunkan defisit transaksi berjalan itu bagus, tapi impor sebagai tanda pertumbuhan melemah, itu harus kita waspadai, karena beda fenomenanya," ujar Sri Mulyani.
Dalam lingkungan global penuh gejolak, salah satu upaya yang bisa menjaga pertumbuhan ekonomi berada pada kisaran yang ditetapkan oleh pemerintah adalah dengan melakukan optimalisasi ekspor.
"Kalau ekspor bisa maju lebih cepat, bereaksi terhadap lingkungan dan kesempatan yang sekarang, ekspornya bisa naik. Jadi walau investasi tertahan, 'growth' kita masih bisa naik. Namun kalau ekspor tidak secepat yang diharapkan, 'growth' menjadi lebih lemah," katanya.
Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) dalam publikasi terbaru menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada 2018 dan 2019, dari 3,9 persen menjadi 3,7 persen, karena adanya beberapa risiko yang mulai berdampak nyata.
Dalam laporan "World Economic Outlook" tersebut, Indonesia diproyeksikan hanya tumbuh sebesar 5,1 persen untuk periode 2018-2019.
"Saya rasa itu masih dalam 'range' seperti biasa waktu kita membahas dengan DPR, waktu itu kisaran 5,17 persen sampai 5,3 persen (di 2018)," kata Sri Mulyani.
Baca juga: IMF revisi pertumbuhan ekonomi ASEAN-5 dan Indonesia jadi 5,2 persen
Baca juga: Bank Dunia prediksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2018 capai 5,2 persen
"Negara berkembang akan mengalami pengaruh revisi kebawah, entah melalui perdagangan internasional, atau 'interest rate yang semakin mahal, Indonesia tidak terkecuali," kata Sri Mulyani saat berbincang dengan Antara di Nusa Dua, Bali, Selasa.
Ia menjelaskan kenaikan suku bunga Bank Sentral AS yang berkelanjutan serta penguatan dolar AS dapat menyebabkan biaya pinjaman menjadi lebih mahal serta membuat investasi menjadi tertahan dan tidak bisa tumbuh sesuai potensinya.
"Investasi biasanya meminjam uang, kalau sekarang pinjamnya mahal dan tidak menguntungkan, maka mereka tidak jadi meminjam dan investasi berkurang. Itu kita harus hati-hati karena investasi sebenarnya baru 'recovery'," ujarnya.
Padahal, menurut dia, kinerja investasi sedang menunjukkan adanya tanda-tanda perbaikan dan sempat tumbuh pada kisaran 7,0 - 7,5 persen pada triwulan sebelumnya.
Potensi perlambatan investasi ini dapat berdampak kepada berkurangnya permintaan dan lesunya laju impor serta turunnya pertumbuhan sektor perdagangan nasional secara keseluruhan.
"Impor menurun dalam rangka menurunkan defisit transaksi berjalan itu bagus, tapi impor sebagai tanda pertumbuhan melemah, itu harus kita waspadai, karena beda fenomenanya," ujar Sri Mulyani.
Dalam lingkungan global penuh gejolak, salah satu upaya yang bisa menjaga pertumbuhan ekonomi berada pada kisaran yang ditetapkan oleh pemerintah adalah dengan melakukan optimalisasi ekspor.
"Kalau ekspor bisa maju lebih cepat, bereaksi terhadap lingkungan dan kesempatan yang sekarang, ekspornya bisa naik. Jadi walau investasi tertahan, 'growth' kita masih bisa naik. Namun kalau ekspor tidak secepat yang diharapkan, 'growth' menjadi lebih lemah," katanya.
Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) dalam publikasi terbaru menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada 2018 dan 2019, dari 3,9 persen menjadi 3,7 persen, karena adanya beberapa risiko yang mulai berdampak nyata.
Dalam laporan "World Economic Outlook" tersebut, Indonesia diproyeksikan hanya tumbuh sebesar 5,1 persen untuk periode 2018-2019.
"Saya rasa itu masih dalam 'range' seperti biasa waktu kita membahas dengan DPR, waktu itu kisaran 5,17 persen sampai 5,3 persen (di 2018)," kata Sri Mulyani.
Baca juga: IMF revisi pertumbuhan ekonomi ASEAN-5 dan Indonesia jadi 5,2 persen
Baca juga: Bank Dunia prediksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2018 capai 5,2 persen
Pewarta: Satyagraha
Editor: Faisal Yunianto
COPYRIGHT © ANTARA 2018
Editor: Faisal Yunianto
COPYRIGHT © ANTARA 2018
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.